Cari Blog Ini

Selasa, 26 Maret 2019

MISTERI DIBALIK TRAGEDI BANJIR BANDANG SENTANI PAPUA




(Tentang Kosmologi Manusia Papua Dalam Suku Sentani)

Oleh : Albert Yatipai

Gambar doc. Pribadi : kerusakan banjir sentani

 
Sebagai sesama manusia Ciptaan Tuhan, penulis sampaikan turut berduka cita dan berbelangsukawa atas tragedi banjir bandang yang menimpah sebagian wilayah sentani, kabupaten jayapura pada 17 maret 2019, sehingga mengakibatkan kerusakan lahan pemukiman warga, tempat-tempat umum,kebun, ternak bahkan korban nyawa manusia yang mencapai ratusan jiwa. Rasa belangsukawa dan kemanusiaan yang sama telah mengetuk pintu hati banyak orang, sehingga bantuan terus mengalir dari semua, baik itu lembaga pemerintah dan swasta maupun individu-individu yang tergerak hati untuk mengulurkan tangan kasih.


Belakangan ini, menjadi topik hangat di berbagai kalangan maupun media dan sudah menjadi konsumsi publik,bahwa Banjir bandang sentani terjadi akibat hujan deras selama kurang lebih enam jam (17.00 – 01.00) pada 16 maret 2019 di sentani jayapura. Beberapa warga korban yang selamat mengaku, hujan itu merupakan hujan yang biasa-biasa saja seperti hari-hari lainnya, tetapi mengagetkan dan mengherankan karena telah mengakibatkan kerusakan dan banyak korban hingga banyak rumah berserta isinya yang hanyut terbawa arus air deras yang datang secara tiba-tiba. Mereka (warga) tak menyangka kalau akhirnya hujan dan kemudian banjir itu bisa membawa malapetaka seperti yang sedang dihadapi. Sebagian warga (korban) juga bersaksi bahwa, sebelum hujan dan banjir terjadi, air bersih (PDAM) dalam beberapa hari sebelumnya tidak berjalan sama sekali sehingga mereka membeli air di tempat lain untuk dipakai. 


Sehingga dengan melihat hal ini sebagai fenomena, menjadi sangat penting untuk kita bahas kemudian refeksikan lebih kedalam lagi, bahwa pasti ada jawaban yang tidak dapat kita jelaskan dengan kata-kata saja. Maka judul tulisan ini saya angkat tentang “misteri di balik tragedi banjir di sentani” agar dapat membantu kita tentang apa sebenarnya penyebab banjir bandang tersebut, karena ini merupakan tragedi di luar kewajaran yang ada. 


Hal ini kemudian menghantarkan kita kepada pertanyaan-pertanyaan kritis seperti, apakah benar banjir bandang sentani akibat hujan deras semalaman itu ?, padahal hujan seperti itu sudah biasa bagi warga di sentani. Ataukah mungkin alam marah akibat aktifitas manusia di sekitar gunung cyclop ?, padahal masyarakat sudah hidup lama di sekitar kaki gunung cyclop, mengapa banjir baru terjadi sekarang ?, bagaimana dengan masyarakat adat sentani ?. Nah, untuk lebih membawah kita kepada keterangan yang lebih lanjut terkait pertanyaan-pertanyaan diatas, mari kita simak beberapa ulasan berikut.



Gunung Cyclop Bagi Masyarakat Sentani 

Masyarakat sentani sendiri terbagi menjadi dua kelompok manusia yaitu kelompok ondoafi dan kelompok ondofolo. Mereka adalah orang asli yang tinggal menempati sepanjang kaki gunung (cyclop) hingga ke pinggiran danau sentani. Dalam perkembangan kehidupannya, Kelompok ondoafi bertahan menetap untuk bermukim di sepanjang pinggiran danau sentani, namun berbedah dengan Kelompok ondofolo, mereka memilih pergi dan melakukan exodus (perpindahan besar) akibat pola kehidupan mereka yang sudah dianggap terkutuk di tempat itu, maka dalam perjalanan itu mereka terbagi dan tersebar ke timur, barat selatan dan sampai ke utara daerah sentani.


Menariknya, dia yang menuju ke utara ialah seorang gadis yang bernama “Robhong”. Ia pergi sendirian sampai ke sebelah utara sentani dan bertemu dengan seorang laki-laki yang bernama “Haelufoi”. Kemudian keduanya (Robhong dan Haelufoi) kawin dan menghilang hingga tidak diketahui lagi keberadaannya. berdasarkan kisah itu, Gunung Dobonsolo (cyclop sekarang) disebut sebagai wujud dari mereka berdua. Sehingga, untuk mengenal wujud keduanya dalam bentuk fisiknya, Puncak Gunung Dobonsolo atau Cyclop bagian timur adalah Haelufoi (laki-laki/suaminya), dan Puncak Gunung Dobonsolo atau Cyclop bagian barat adalah Robhong (perempuan/istrinya).


Selanjutnya, masyarakat Suku Sentani menyebut Gunung Dobonsolo atau Cyclop dengan sebutan “Holo” (bahasa daerah sentani)  dan disesuaikan dengan nama dari wujud fisik perempuan itu; “Robhong Holo” yang kemudian mengalami perkembangan dalam pengucapannya sehingga menjadi “Dobonsolo”, sehingga saat itu secara umum gunung (cyclop) disebut “Dobonsolo” oleh masyarakat suku sentani.


Hingga memasuki zaman pendudukan Belanda di Papua, gunung dobonsolo oleh orang belanda disebut dengan istilah “Cycloop” yang dalam bahasa belanda “Cycoon Op” (“Cycoon “ yang berarti “awan kecil yang terpecah-pecah” dan “Op” yang berarti “puncak”), Jadi kata Cycoon Op berarti awan-awan kecil yang berada di bawah atau di atas puncak gunung itu. Istilah itu di sebutkan oleh Orang Belanda karena melihat indahnya Gunung Dobonsolo yang tinggi menjulang sehingga setiap saat ditutupi oleh kabut awan yang penuh misteri. Akhirnya hingga saat ini, Gunung Dobonsolo telah mengalami perubahan pengucapannya sehingga sekarang kita semua mengenalnya dengan sebutan Cyclop/Siklop. Jadi, artinya sama saja jika kita menyebut nama Gunung Cyclop, Siklop atau Dobonsolo (pembahasan selanjutnya penulis memakai istilah cyclop).



Sang Penguasa Air Dan Pengendali Alam di Sentani

Dalam sejarah Suku Sentani, ada istilah “kinggaei siklop”. Kinggaei (bahasa daerah Suku Sentani) merupakan sebutan terhadap sebuah alat yang fungsi alat itu untuk mengeluarkan air pada perahunya Orang Sentani saat mencari ikan di Danau Sentani apabila kemasukan air akibat ombak. Darisitulah kemudian Istilah “kinggaei siklop” di sebutkan kepada sebuah batu di puncak Gunung Cyclop yang berfungsi untuk menahan, menampung dan mengalirkan air dari Gunung Siklop hingga mengalir melalui sungai-sungai di pinggiran perkampungan dan sampai ke Danau Sentani. Karena letaknya di puncak Gunung Cyclop, “kinggaei siklop” sering menurunkan percikan air dalam butiran-butiran kecil turun membasahi perkampungan dibawah kakinya, seakan kumpulan salju yang turun di sepanjang sentani.  


Orang Suku Sentani mempercayai ”kinggaei” adalah tuan tanah atau semacam penunggu (penguasa) di Gunung Cyclop. Sehingga dialah yang bekerja sepanjang siang dan malam memberikan air kepada seluruh Orang Sentani, menyuburkan semua tanah dan semua tumbuh-tumbuhan di wilayah Sentani. Sehingga hidup terasa tenang, nyaman dan santai.


Selain itu lebih uniknya lagi, Suku Sentani mempunyai suatu kekuatan Gaib mereka sebut ”phulo” . Biasanya ”phulo” digunakan sebagai alat penaklukan dan pengendali alam, seperti untuk memerintah air, api, hewan dan kontak langsung dengan roh-roh halus lainnya agar melaksanakan perintah tuannya. intinya memerintah atau meminta bantuan kepada air, api, hewan, roh halus dll. untuk melaksanakan kehendaknya.



Banjir Bandang Pernah Terjadi Sebelumnya 

Pada zaman Perang Dunia II, Suku Sentani pernah menggunakan Kekuatan Gaib (phulo), memerintah Sang Penguasa Air Gunung Cyclop (kinggaei siklop) untuk menghancurkan Perkemahan Militer Milik Tentara Jepang yang saat itu bermukim di bawah kaki Gunung Cyclop (sekarang Komplex Battalion TNI Yonif 751 Sentani), Sehingga saat itu terjadi banjir bandang besar yang menghancurkan seluruh Kamp milik para Tentara Jepang. Hal itu, terjadi akibat perlakuan Tentara Jepang yang dinilai tidak bersahabat dengan Alam maupun Manusia Suku Sentani, sehingga kehadiran mereka (Jepang) tidak ditrima dan disukai oleh masyarakat Suku Sentani. 


Pernah juga, Banjir bandang yang sama kembali terjadi pada tahun 2007 silam, banjir ini kembali menghancurkan kamp battalion tni yonif 751 sentani (bekas kamp jepang yang dijelaskan diatas). beberapa perumahan dan ruko di sepanjang jalan utama kabupaten sentani juga ikut hancur dan terendam. Bahkan, hebohnya kejadian ini telah menelan korban sebanyak 70-an jiwa manusia sehingga sebagian wilayah sentani hancur dan rusak parah.


Kembali lagi belum lama ini, tepatnya pada 17 maret 2019. Wilayah sentani kabupaten jayapura itu direndam dan dihancurkan lagi oleh banjir bandang yang sama kekuatannya. Heboh dan aneh… sebuah kenyataan yang harus kita terima dengan penuh ketabahan hati. Jika dicermati, Trageni ini merupakan banjir bandang yang ke tiga kalinya dalam sejarah kehidupan suku sentani. Karena volume kekuatan air dan kehancuran yang disebabkan dari beberapa kali banjir ini, menunjukkan kemiripan yang jauh berbedah.


Hal ini perlu kita dalami bahwa tragedy ini mengajak sekaligus mengajarkan kita untuk kembali sadar dan mengakui semua yang sudah kita lakukan dalam peziarahan hidup ini. “Kinggaei Cyclop” (penguasa air gunung cyclop) yang di percayai oleh Suku Sentani, kini sebagian badannya telah mengalami patah dan hancur akibat ulah manusia, baik itu manusia-manusia dalam suku sentani sendiri maupun para pendatang (suku lain) yang tinggal di wilayah sentani. Aktifitas penebangan pohon secara liar, penggarapan hutan kemudian sampai pada penanaman (pengibaran) benderah Merah Putih di puncak Gunung Cyclop dan sebagainya merupakan pemicuh rusaknya sebagian badan Sang “Kinggaei Cycop” tersebut.


Disisilain, Penyebab rusaknya “Kinggaei Cyclop” ialah juga dapat dilihat dari penyalahgunaan “phulo” (kekuatan gaib) oleh Suku Sentani sendiri dengan alasan yang tidak jelas untuk kepentingan tertentu sehingga sangatlah ironis ketika kita bayangkan kisah ini. Setiap manusia ketika ditempatkan di suatu tempat pasti mempunyai relasi dengan alam di sekitarnya, sehingga ia mampu menguasai dan mengendalikan wilayah tersebut. Tetapi jika kita tidak lagi menjaga semua itu maka alam juga akan marah dan membuat malapetaka bagi kita.

“Kosmologi Manusia Papua, Menyatu Dalam Jiwa Dan Raga” (Christ Dogopia)


Penulis Adalah Mahasiswa Di Universitas Sains Dan Teknologi Jayapura  


 
(Tentang Cerita Sejarah Suku Sentani, Gunung Dobonsolo/Ciclop, Istilah ”Kinggaei” Dan Istilah ”Phulo”  dalam ulasan diatas Diangkat Menurut Suku/Marga Kopeuw, Puhili, Pallo, Wally, dan Suebu)



 Referensi :













  

4 komentar: